Contoh makalah kali ini akan memberi anda satu jenis makalah dengan tema pendidikan atau lebih khususnya lagi tentang filsafat pendidikan islam. Setelah pada postingan sebelumnya saya membahas tentang contoh cover makalah kali ini langsung saya sajikan contoh makalah pendidikan lengkap.
Untuk mendapatkan contoh makalah lain yang lebih lengkap, anda dapat mencarinya dengan membacanya pada artikel di bawah ini,
Dalam membuat contoh makalah, anda harus tahu kaidah - kaidahnya seprti yang dapat anda baca di sini serta agar anda bisa mendapat nilai yang baik, anda harus mengetahui rahasia dalam membuat contoh makalah di antaranya :
1. Usahakan contoh makalah anda menggunakan judul yang kontroversial
2. Usahakan contoh makalah anda di hubungkan dengan fakta pada jaman sekarang
Pada bagian analisis anda harus pintar dalam menghubungkan contoh makalah anda dengan realita sekarang, jangan sampai analisa anda hanya sebuah rangkuman dari apa yang anda tulis. Buatlah makalah anda berisi kontroversi atau saling membandingkan antara apa yang anda tulis dengan fakta sekarang.
Contoh Makalah
dan berikut ini contoh makalah pendidikan yang akan saya hadirkan untuk anda.
A. PENDAHULUAN
Sebagai filsafat yang pertama, al-Kindi adalah seorang
pahlawan. Kepeloporannya dalam membentangkan jalan filsafat Yunani tak bisa
ditandingi. Kendatipun begitu, ini tak sedikit pun menyurutkan komitmen
al-Kindi yang tulus pada Islam. Al-Kindi percaya bahwa nalar dan iman, filsafat
dan agama, bukanlah dua kutub yang tak terdamaikan. Begitu pula, filsafat tidak
bertentangan dengan “ilmu ketuhanan” adiluhung yang disampaikan pada umat
manusia melalui wahyu. Sebaliknya, filsafat dan wahyu justru saling melengkapi
dan memperkukuh.[1]
Kurang dari satu generasi kemudian, penerus terkemuka al-Kindi
adalah filosof dan tabib Persia bernama Abu Bakar al-Razi (w. 925/935). Sebagai
tabib, reputasi al-Razi tak terungguli, baik di Barat maupun di Timur. Akan
tetapi, sebagai filosof, reputasinya tercoreng oleh tuduhan-tuduhan tak
berdasar, seperti kemurtadan dan kesesatannya dari agama.
Baru akhir-akhir ini kita tahu bahwa al-Razi adalah Platonis
Islam terbesar. Dan, tak ayal lagi, karya-karya filosofisnya yang hilang sangat
banyak dan berarti. Dalam autobiografinya, al-Razi menyatakan bahwa dia telah
menulis tidak kurang dari dua ratus karangan tentang semua bahasan filosofis
dan saintifik, kecuali matematika. Akan tetapi dalam makalah ini hanya akan membahas
tentang pemikiran filsafat al-Razi tentang lima kekal, ruh dan materi.
B. PEMBAHASAN
1. Biografi Singkat al-Razi
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad
ibn Zakaria ibn Yahya al-Razi. Di barat dikenal Rhazes, lahir di Ray dekat
Teheran pada 1 Sya’ban 251 H/865 M. Ia hidup pada pemerintahan Dinasti Saman
(204-395 H). Di kota Ray ini ia belajar kedokteran kepada Ali ibn Rabban
al-Thabari (192-240 H/ 808-855 M), belajar filsafat kepada al-Balkhi, seorang
yang senang mengembara, menguasai filsafat, dan ilmu-ilmu kuno. Ia juga belajar
matematika, astronomi, sastra, dan kimia.
Kemasyhuran al-Razi sebagai seorang dokter
tidak saja di Dunia Timur, tapi juga di Barat; ia kadang-kadang dijuluki The Arabic Galen. Al-Razi meninggal
dunia pada 5 Sya’ban 313 H (27 Oktober 925 M) setelah menderita penyakit
katarak yang dia tolak untuk diobati dengan pertimbarngan, sudah cukup banyak
dunia yang pernah di lihatnya, dan tidak ingin lagi melihatnya.[2]
2. Karya-Karya al-Razi[3]
Buku-buku al-Razi menurut ibn an-Nadim
adalah 118 buku, 19 surat, 4 buku, 6 surat, dan 1 makalah, jumlah seluruhnya
148 buah. Ibn Abi Usaibi’ah menyebutkan 236 karyanya, tetapi beberapa
diantaranya tidak jelas pengarangnya.
Buku-buku tersebut dikelompokan sebagai berikut: (a)
ilmu kedokteran; (b) ilmu fisika; (c) logika; (d) matematika dan astronomi; (e)
komentar, ringkasan, dan ikhtisar; (f) filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis;
(g) metafisika; (h) teologi; (i) alkimia; (j) ateisme; (k) campuran. Diantara
buku al-Razi yang dapat disebutkan disini sebagai berikut:
a. Ath-Thibb ar-Ruhani
b. Ash-Shirat
Al-Falasafiyah
c. Amarat Iqbal
Ad-Daulah
d. Kitab
Al-Ladzdzah
e. Kitab Al-Ilm
Al-Illahi
f. Kitab
Al-Jami’ Al-Kabir
g. Kitab Sirr
Al-asrar
h. dll
3. Filsafatnya
Filsafat al-Razi dikenal dengan ajarannya
“Lima Kekal” yakni:[4]
a. Al-Bari Ta’ala (Allah Ta’ala): hidup dan aktif (dengan sifat independen).
b. An-Nafs al-Kulliyyah (jiwa universal): hidup dan aktif menjadi al-mabda’ al-qadim ats-tsani (sumber
kekal kedua). Hidup dan aktifnya bersifat dependen. An-nafs al-kulliyyah tidak berbentuk. Namun, karena mempunyai
naluri untuk bersatu dengan al-hayula
al-ula, an-nafs al-kulliyyah memiliki zat yang berbentuk (form) sehingga bisa menerima, sekaligus
menjadi sumber penciptaan benda-benda alam semesta, termasuk badan manusia.
Ketika masuk pada benda-benda itulah, Allah menciptakan roh untuk menempati
benda-benda alam dan badan manusia dimana jiwa (parsial) melampiaskan
kesenangannya. Karena semakin lama jiwa bisa terlena pada kejahatan, Allah
kemudian menciptakan akal. Tujuan penciptaannya untuk menyadarkan jiwa yang
terlena dalam fisik manusia, bahwa tubuh itu bukanlah tempat yang sebenarnya,
bukan tempat kebahagiaan dan tempat abadi. Kesenangan dan kebahagiaan yang
sebenarnya adalah melepaskan diri dari materi dengan jalan berfilsafat. Jiwa
yang tidak dapat menyucikan dirinya dengan filsafat, ia akan tetap tinggal atau
berkelana di alam materi. Tetapi, apabila ia sudah bersih, ia dapat kembali
keasalnya, maka di kala itu alam hancur dan jiwa serta materi kembali kepada
keadaannya semula.[5]
c. Al-hayula al-ula (materi pertama) tidak hidup dan pasif. Al-hayula al-ula adalah substansi (jauhar) yang kekal yang terdiri atas dzarrah, dzarat (atom-atom). Setiap atom terdiri
dari volume. Jika dunia hancur, volume juga akan terpecah dalam bentuk
atom-atom. Materi yang sangat padat menjadi substansi bumi, yang agak renggang
menjadi substansi air, yang renggang menjadi substansi udara dan yang lebih
renggang menjadi api. Al-hayula al-ula:
kekal karena tidak mungkin bersal dari ketiadaan. Buktinya, semua ciptaan Tuhan
melalui susunan-susunan yang (berproses) dan tidak dalam sekejap yang sangat
sederhana dan mudah. Dengan kata lain, Tuhan tidak mungkin menciptakan sesuatu
tanpa bahan sebelumnya yang kekal karena mendapat (semacam emanasi, pancaran)
dari Yang Mahakekal.[6]
Al-Razi mengemukakan argumen penciptaan
untuk bukti kekalnya materi, yaitu bahwa tindakan materi yang sedang dalam
pembentukan, mensyaratkan adanya seorang pencipta yang mendahuluinya dan adanya
sebuah substratum atau materi dimana tindakan itu berlangsung. Jadi, jika pencipta
itu kekal, maka materi yang dikenai oleh kekuatan pencipta itu juga kekal
sebelum ia dikenai kekuatan tersebut. Lebih lanjut al-Razi menyatakan bahwa
kekalnya materi tidak bertentangan dengan baharunya alam, karena penciptaan itu
adalah penyusunan materi. Argumen lain yang diajukan al-Razi adalah tidak
mungkin penciptaan dari tiada (creatio ex
nihilio). Sebab, dari satu sisi bahan alam yang tersusun dari tanah, udara
air, api dan benda-benda langit berasal dari materi pertama yang telah ada
sejak zaman azali. Pada sisi lain, jika Tuhan menciptakan alam dari tiada,
tentu Tuhan terikat pada penciptaan segala sesuatu dari tiada, karena itu
merupakan modus perbuatan yang paling sederhana dan cepat. Misalnya, bila Tuhan
menciptakan manusia dalam sekejap tentu lebih mudah daripada menyusun dalam
tempo 40 tahun. Tentu saja, pencipta yang bijak akan memilih cara yang mudah
dan cepat ketimbang cara yang sukar dan lama. Dengan demikian pasti Tuhan
menjadikan sesuatu dari tiada, kecuali Ia tidak mampu. Namun, kenyataan
menunjukan bahwa segala sesuatu terjadi dengan susunan, bukan dengan cara
penciptaan sekejap mata. Dengan kata lain, Tuhan tidak mungkin membuat sesuatu
tanpa bahan, maka dunia haruslah dikatakan telah diciptakan dari materi tanpa
bentuk, yang telah mendahuluinya sejak semula.[7]
d. Al-makan al muhtlaq (ruang absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Materi
yang kekal membutuhkan ruang yang kekal pula sebagai ‘tempat` yang sesuai. Ada
dua macam ruang: ruang partikular (relatif) dan ruang universal. Yang
partikular terbatas, sesuai dengan keterbatasan maujud yang menempatinya.
Adapun ruang universal tidak terbatas dan tidak terikat pada maujud karena bisa
saja terdapat terjadi kehampaan tanpa maujud.
e. Az-zaman al-muthlaq (zaman absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Zaman atau masa ada dua:
relatif/terbatas yang biasa disebut al-waqt
dan zaman universal yang hiasa disebut ad-dahr.
Yang terakhir ini (ad-dahr) tidak
terikat pada gerakan alam semesta dan falak atau benda-benda angkasa raya.
C. PENUTUP
Al-Razi
adalah pemikir bebas non-kompromis, yang justru lebih menonjol dikenal di
bidang kedokteran daripada filsafat, karena karyanya al-hawi. Konsepsi filsafatnya yang paling menonjol, dan karenanya
menjadi ajaran pokok, adalah prinsip lima yang kekal, sebagai pengara
keplatonikannya, yaitu Allah Ta’ala, jiwa universal, materi pertama, ruang
absolute, dan masa absolute. Menurutnya, dua dari lima yang kekal itu hidup
aktif yaitu tuhan dan jiwa/roh universal, satu diantaranya tidak hidup dan
pasif, yaitu materi dan dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula
pasif, yakni ruang dan masa. Tetapi, prinsipnya bahwa dunia diciptakan dalam
waktu dan bersifat sementara, membedakannya dari konsep plato yang mempercayai
bahwa dunia diciptakan dan bersifat (dalam waktu) abadi. Keduanya bertemu dalam
keabadian jiwa dan pencipta, sebagai pernyataan aksiomatik.
Dalam peta
filsafat dunia islam,ciri platonik al-Razi membedakannya al-Kindi yang
arestotelik dan al-Farabi yang neo-platonik (mendamaikan filsafat antara arestoteles
dan plato). Selain itu, konsep “lima kekal” al-Razi yang telah memberikan
solusi dalam persoalan penciptaan dunia merupakan jasa yang berharga, tidak
saja bagi para filosof sejak plato, akan tetapi juga para filosof islam
setelahnya. Bagi filosof islam sesudahnya, al-Razi telah membuka jalan bagi
mereka untuk mengembangkan persoalan proses penciptaan dunia.
[1] Majid
Fakhry, Sejarah filsafat Islam; Sebuah Peta Kronologis (Bandung: Mizan,
2002), hal, 34-35.
[2] Hasyimsyah
Nasution, Filsafat Islam (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1999), hlm 24-25.
[3]Dedi
Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam,
Konsep, filsuf, dan ajarannya (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 72
[4] Ibid, hlm, 74-75
[5] Hasyimsyah
Nasution, Filsafat Islam, hlm. 27
[6] Dedi
Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam,
Konsep, filsuf, dan ajarannya, hlm. 74
[7]Hasyimsyah
Nasution, Filsafat Islam, hlm. 27-28
Demikian contoh makalah pendidikan untuk anda, semoga dapat bermanfaat untuk anda dalam membuat contoh makalah yang baik dan benar.