Home » » Contoh Makalah Pendidikan - Filsafat Ibnu Maskawaih

Contoh Makalah Pendidikan - Filsafat Ibnu Maskawaih

Ditulis oleh Mulia on Jumat, 14 Februari 2014 | 03:19

Contoh Makalah adalah beberapa contoh makalah pendidikan yang akan mengetengahkan Makalah
Pendidikan dengan tema metode pembelajaran kooperatif. Pada dasarnya Cara membuat makalah yang baik dan benar tidaklah susah yang perlu anda pahami adalah sistematikanya. selengkapnya tentang contoh dan cara membuat makalah yang baik dan benar dapat anda klik disini



Untuk Makalah Pendidikan disini, saya sarikan dari jenis pendidikan agama islam yang berbicara tentang Filsafat pendidikan, untuk lebih memberi pemahaman akan saya jelaskan pula tentang pendahuluan makalah. 

FILSAFAT IBNU MASKAWAIH
tentang
Ketuhanan, Emanasi, Kenabian, Jiwa dan Akhlak

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Salah satu anugerah Tuhan yang paling istimewa bagi manusia ialah akal. Meskipun manusia dilahirkan dalam kondisi kosong (belum berpengetahuan), tetapi akal memberinya potensi yang sangat besar. Akal manusia merupakan alat lahiriah yang dapat membimbingnya menuju kebenaran dan keyakinan terhadap realitas dan rasionalitas. Sedangkan panca indera adalah penyokong akal dalam memahami berbagai bentuk dan macam pengetahuan. Dua sumber pengetahuan utama bagi manusia yakni panca indera dan keyakinan terhadap wahyu (pesan Tuhan) di dalam kitab suci. Dari dua sumber tersebut, pemikir islam merenungi, berpikir dan mengkaji secara mendalam segala hal, kehidupan, alam dan Pencipta termasuk relasi antara ketiganya.
CONTOH MAKALAH PENDIDIKAN DENGAN PENDAHULUANIbnu Maskawaih adalah salah seorang filosof yang termaktub dalam sejarah pemikiran Islam dan sejarah pemikiran dunia. Pengetahuannya tentang kebudayaan Romawi, Persia, dan India, sangat luas disamping filsafat Yunani. Ia menulis berbagai kajian tentang kedokteran, sejarah, bahasa, filsafat, sastra, dll. Seperti para filosof Islam lainnya, ia berusaha memadukan antara apa yang dikenal dalam filsafat Yunani dengan yang di ajarkan dalam Islam untuk menjawab serta mengukuhkan kebenaran dan kesempurnaan ajaran Islam. Ibnu Maskawaih hidup di tengah tengah situasi masyarakat yang memperhatinkan.  Terjadi kemerosotan moral yang melanda masyarakat. Oleh karena itulah agaknya Maskawaih lalu tertarik untuk menitikberatkan perhatiannya pada bidang etika/moral Islam.[1]

2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah.
1.      Siapa Sosok Ibnu Miskawaih?
2.      Bagaimana pemikiran Ibnu Miskawaih tentang ketuhanan, emanasi, kenabian, dan filsafat jiwa dan akhlak?

B. PEMBAHASAN
1. Sosok Ibnu Miskawaih
Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yakub ibnu Miskawaih. Beliau dilahirkan di kota Rayy (sekarang Teheran, Iran) pada tahun 330 H/ 941M dan wafat di Asfahan pada tanggal 9 shafar 421 H / 16 Februari 1030 M adalah seorang penganut syiah. Hal ini didasarkan pada pengabdiaannya kepada Sulthan dan Wazir-Wazir syiah dalam masa pemerintahan Bani Buwaih (320-448H). Ketika Sultan Ahmad ‘Adhud Daulah memegang tampuk pemerintahan, ia menduduki jabatan yang penting, seperi diangkat menjadi Khazinpenjaga perpustakaan yang besar dan bendahara negara.
Sejarah hidupnya tidak banyak diketahui orang lantaran para penulis dalam berbagai literatur tidak mengungkapkan biografinya secara rinci. Namun disebutkan bahwa Ibnu Miskawaih mempelajari sejarah terutama Tharikh Al-Tabhari kepada Abu Bakar Ibnu Kamil Al- Qadhi dan belajar filsafat pada Ibnu al-Khammar, seorang mufasir kenamaan karya-karya Aristoteles.[2] Beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang pemikir, tetapi juga sebagai seorang penulis produktif. Dalam buku The History of the Muslim Philosophy, disebutkan beberapa karya tulisnya yaitu Al-Fauz Al-Akbar Wal Asghar, Tajarib Alumam, Tahzib Al-Akhlaq dan Thaharah An-Nafs.

1.   Ketuhanan
Menurut Ibnu Maskawaih, Tuhan adalah zat yang tidak berjism, azali dan pencipta. Tuhan Esa dalam berbagai aspek, ia tidak terbagi dan tidak mengandung kejamakan dan ia ada tanpa diadakan dan adaNya tidak bergantung pada yang lain, sementara yang lain membutuhkanNya. Jelas bahwa pemikiran Ibnu Miskawaih sama dengan al-Farabi dan Al-Kindi.
Bergerak merupakan sifat bagi alam yang menimbulkan perubahan pada sesuatu dari bentuknya semula. Ia bukti tentang adanya pencipta alam. Pendapat ini berdasarkan pada pemikiran Aristoteles bahwa segala sesuatu selalu dalam perubahan yang mengubahnya dari bentuk semula. Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa alam semesta ini diciptakan Allah dari tiada menjadi ada karena penciptaan yang sudah ada bahan sebelumnya tidak ada artinya. Di sinilah letak persamaan pemikirannya dengan Al-Kindi dan berbeda dengan Al-Farabi bahwa Allah menciptakan alam dari sesuatu yuang sudah ada.

2.      Emanasi
Sebagaimana Al-Farabi, Ibnu Miskawaih juga menganut paham emanasi, yakni Allah menciptakan alam secara pancaran. Namun emanasinya berbedaMenurut entitas pertama yang memancarkan dari Allah ialah akal aktif. Akal aktif ini tanpa perantara apapun. Ia qadim, sempurna dan tak berubah. Dari akal inilah timbul jiwa dengan perantaraan jiwa pula timbullah planet. Pelimpahan dan pemancaran yang terus menerus dari Allah dapat memelihara tatanan di dalam alam ini. Andaikan Allah menahan Pancaran-Nya, maka akan terhenti kemaujudan alam ini.
Ibnu Miskawaih juga mengemukakan teori evolusi. Menurutnya alam mineral, alam tumbuh-tumbuhan, alam hewan dan alam manusia merupakan rentetan yang sambung mernyambung. Antara setiap alam tersebut terdapat jarak waktu yang sangat panjang. Transisi dari alam mineral ke alam tumbuh-tumbuhan terjadi melalui marjan dari alam tumbuh-tumbuhan ke alam hewan melalui pohon kurma dan dari alam hewan ke alam manusia melalui kera.

3.      Kenabian
Menurut Ibnu Miskawaih, nabi adalah seorang muslim yang memperoleh hakikat kebenaran. Hakekat kebenaran seperti ini juga diperoleh oleh para filosof. Perbedaannya terletak pada teknik memperolehnya. Filosof mendapatkan kebenaran tersebut dari bawah ke atas dari daya indrawi naik ke daya khayal dan naik lagi ke daya fikir yang dapat berhubungan dan menangkap kebenaran dari akal aktif. Sementara itu, Nabi mendapatkan kebenaran diturunkan dari atas kebawah, yakni dari akal aktif langsung kepada nabi sebagai rahmat Allah.
Ibnu Miskawaih berusaha merekonsiliasi antara agama dan filsafat dan keduanya mesti cocok dan serasi karena sumber keduanya sama. Justru itulah filosof adalah orang yang paling cepat menerima dan mempercayai apa yang di bawa oleh nabi karena nabi membawa ajaran yang tidak bertolak pada akal fikiran manusia. Namun demikian, tidak berarti manusia tidak membutuhkan nabi karena dengan perantaraan nabi dan wahyu, manusia dapat mengetahui hal-hal yang bermanfaat yang menbawa kepada kebahagian. Ajaran ini tidak dapat dipelajari oleh manusia kecuali para filosof, dengan kata lain sangat sedikit kuantitas manusia yang dapat mencapainya. Hal ini karena filsafat tidak dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.[3]

4.      Filsafat Jiwa
Menurut Ibnu Maskawaih, Jiwa berasal dari limpahan akal aktif (‘aqlfa’al).  Jiwa bersifat rohani, suatu substansi yang sederhana yang tidak dapat diraba oleh panca indera. Jiwa tidak bersifat material. Jiwa dapat menerima gambaran segala sesuatu, baik yang indrawi maupun yang spiritual. Daya pengenalan dan kemampuan jiwa lebih jauh jangkauannya dibanding daya pengenalan dan kemampuan materi. Bahkan dunia materi semuanya tidak akan sanggup memberi kepuasan kepada jiwa. Lebih dari itu, di dalam jiwa terdapat daya pengenalan akal yang tidak didahului dengan pengenalan inderawi. Dengan daya pengenalan akal itu, jiwa mampu membedakan antara yang benar dan yang tidak benar berkaitan dengan hal-hal yang diperoleh panca indera. Perbedaan itu dilakukan dengan jalan membanding-bandingkan obyek-obyek inderawi yang satu dengan yang lain dan membeda-bedakannya.
Dengan demikian, jiwa bertindak sebagai pembimbing panca indera dan membetulkan kekeliruan yang dialami panca indera. Kesatuan aqliyah jiwa tercermin secara amat jelas, yaitu bahwa jiwa itu mengetahui dirinya sendiri, dan mengetahui bahwa ia mengetahui dirinya, dengan demikian jiwa merupakan kesatuan yang di dalamnya terkumpul unsur-unsur akal, subyek yang berpikir dan obyek-obyek yang dipikirkan, dan ketiga-tiganya merupakan sesuatu yang satu.
Ibnu Maskawaih menonjolkan kelebihan jiwa manusia atas jiwa binatang dengan adanya kekuatan berfikir yang menjadi sumber pertimbangan tingkah laku, yang selalu mengarah kepada kebaikan. Lebih jauh menurutnya, jiwa manusia mempunyai tiga kekuatan yang bertingkat-tingkat. Dari tingkat yang paling rendah disebutkan urutannya sebagai berikut:
1) Al nafs al bahimiyah (nafsu kebinatangan) yang buruk.
2) Al nafs al sabu’iah (nafsu binatang buas) yang sedang
3) Al nafs al nathiqah (jiwa yang cerdas) yang baik.
Manusia dikatakan menjadi manusia yang sebenarnya jika ia memiliki jiwa yang cerdas. Dengan jiwa yang cerdas itu, manusia terangkat derajatnya, setingkat malaikat, dan dengan jiwa yang cerdas itu pula manusia dibedakan dari binatang. Manusia yang paling mulia adalah manusia yang paling besar kadar jiwa cerdasnya, dan dalam hidupnya selalu cenderung mengikuti ajakan jiwa yang cerdas itu. Manusia yang dikuasai hidupnya oleh dua jiwa lainnya (kebinatangan dan binatang buas), maka turunlah derajatnya dari derajat kemanusiaan.
Berkenaan dengan kualitas dari tingkatan-tingkatan jiwa yang tiga macam tersebut, Maskawaih mengatakan bahwa jiwa yang rendah atau buruk mempunyai sifat ‘ujub, sombong, pengolok-olok, penipu dan hina dina. Sedangkan jiwa yang cerdas mempunyai sifat-sifat adil, harga diri, berani, pemurah, benar, dan cinta. Tentang balasan Akhirat, sebagaimana Al-Farabi, Ibnu Miskawaih juga menyatakan bahwa jiwalah yang akan menerima balasan di akhirat karena menurutnya, kelezatan jasmaniah bukanlah kelezatan yang sebenarnya.[4]

5.      Filsafat Akhlak
Hampir setiap pembahasan akhlak dalam islam ,filsafat ini selalu dapat perhatian utama. Keistimewaan yang menarik dalam tulisannya ialah pembahasan yang didasarkan pada ajaran islam dan dikombinasiakan dengan pemikiran yang lain sebagai pelengkap, seperti filsafat Yunani dan Persia.
Akhak menurut konsep Ibnu Miskawaih ialah suatu sikap mental atau keadaan yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan pertimbangan. Sementara tingkah laku manusia terbagi menjadi dua unsur, yakni unsur naluriah dan unsur lewat kebiasaan dan latihan.
Berdasarkan ide diatas, secara tidak langsung Ibnu Miskawaih menolak pandangan orang-orang yunani yang mengatakan bahwa akhlak manusia tidak dapat berubah. Bagi Ibnu Miskawaih akhlak yang tercela bisa berubah menjadi akhlak yang terpuji dengan jalan pendidikan dan latihan. Pemikiran seperti ini sejalan dengan ajaran islam karena secara eksplisit telah mengisyaratkan kearah ini dan pada hakikatnya syariat agama bertujuan untuk mengokohkan dan memperbaiki akhlak manusia. Kebenaran ini tidak dapat di bantah sedangkan sifat binatang saja bisa berubah jadi liar menjadi jinak, apalagi akhlak manusia.
Ibnu Miskawaih juga menjelaskan sifat-sifat yang utama. Sifat-sifat ini, menurutnya, erat kaitannya dengan jiwa. Jiwa memiliki tiga daya: daya marah, daya berfikir, dan daya keinginan. Sifat Hikmah adalah sifat utama bagi jiwa berfikir yang lahir dari ilmu. Berani adalah sifat utama bagi jiwa marah yang timbul dari jiwa hilm, sementara murah adalah sifat utama pada jiwa keinginan lahir dari iffah. Dengan demikian, ada tiga sifat utama yaitu hikmah, berani dan murah. Apabila ketiga sifat utama ini serasi, muncul sifat utama yang keempat, yakni adil. Dalam kitab Al-akhlak Ibnu Miskawaih juga memaparkan kebahagian menurutnya, meliputi jasmani dan rohani. Pendapatnya ini merupakan gabungan antara pendapat plato dan Aristoteles. Menurut Plato kebahagian yang sebenarnya adalah kebahagian rohani. Hal ini dapat diperoleh manusia apabila rohaniyah telah berpisah dengan jasadnya.Dengan redsaksi lain selama rohaniyah masih terikat pada jasadnya,yang selalu menghalanginya mencara hikmah,kebahagiaan dimaksud tidak akan tercapai.sebaliknya Aristoteles berpendapat bahwa kebahagian dapat di capai dalam kehidupan di dunia ini,namun kebahagian tersebut berbeda di antara manusia ,seperti orang miskin kebahagiaanya adalah kekayaan ,yang sakit pada kesehatan dan lainnya.


C. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka di simpulkan beberapa poin penting
sebagai berikut :
1.      Pemikiran Filsafat Ibnu Miskawaih dasar pokoknya adalah ajaran Islam ,Sementara gabungan pendapat plato dan aristoteles merupakan pemikiran pelengkap yang ia terima selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
2.      Pemikiran Ibnu Maskawaih cenderung sama dengan Al-Kindi dan berbeda dengan Al-Farabi pada beberapa hal.
3.      Ibnu Miskawaih diberi julukan sebagai Bapak Filosof Akhlak sebab Objek kajiaannya lebih menitik beratkan pada masalah Moralitas.
4.      Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa kebahagian manusia meliputi kebahagian jasmani dan rohani.
DAFTAR PUSTAKA

http//www.averroes.or.id, diakses tanggal 1 November 2010
http//www.sanadthfilsafat.blogspot.com/2010/02/ibnu-maskawaih-dan-filsafatnya.html, diakses tanggal 1 November 2010.

[1] http//www.averroes.or.id, diakses tanggal 1 November 2010
[2] http//www.sanadthfilsafat.blogspot.com/2010/02/ibnu-maskawaih-dan-filsafatnya.html diakses tanggal 1 November 2010.
[3] http//www.sanadthfilsafat.blogspot.com/2010/02/ibnu-maskawaih-dan-filsafatnya.html diakses tanggal 1 November 2010.
[4] http//www.averroes.or.id, diakses tanggal 1 November 2010

Demikianlah contoh makalah makalah dengan pendahuluan semoga dapat bermanfaat untuk anda.

Anda ingin menghasilkan uang saat anda kulia, saatnya melakukan usaha sampingan, klik di sini
Bagikan Artikel ini :
Comments

Berlangganan

RSS Feed

 
Support : Terms Of Service | Disclaimer | Privacy policy | Contact Us
Copyright © 2017. Komunitas Indahnya Berbagi - All Rights Reserved
Template Created by bisnis rumahan Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger

RSS Feed

Copyright © 2014. Komunitas Indahnya Berbagi - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger